Selamat Datang di Blog Komunitas Kamboja selamat menikmati tulisan-tulisan yang kami sajikan semoga bermanfaat.

Minggu, 15 Agustus 2010

pikiran

Islam, Terorisme dan Perdamaian


Beberapa bulan yang lalu, salah satu Klub sepak bola terkemuka di planet ini, Mancester United batal mengunjungi Indonesia. Padahal dari pihak penyelenggara sudah mempersiapkan semuanya, mulai dari iklan, penjualan karcis, penyeleksian pemaian Indonesia yang akan melawan raksasa mereka, begitupun dengan antusiasme pecinta bola di tanah air, mereka rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya untuk menonton laga tersebut. Namun ketika mendekati hari H, tiba-tiba terjadi pengeboman atas hotel yang rencananya akan digunakan untuk menginap para pemain MU. Melihat apa yang terjadi di Indonesia, secara sepihak, manejemn MU membatalkan kunjungan ke Indoesia karena takut kemungkinan terburuk yang akan terjadi terjadi pada tim mereka. Setelah diselediki oleh pihak berwajib, ternyata yang melakukan pengeboman adalah orang Islam yang menamakan diri mereka Islam Fundamentalis.

Dewan juri serta para hadirin yang berbahagia,

Itu hanyalah satu contoh fenoma maraknya aksi pengeboman yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Orang yang melakukan aksi peneboman mengaku diri mereka sebagai orang Islam yang sedang memerangi orang kafir. Dan dengan membawa nama Islam tentu saja secara otomatis berdampak pada umat Islam yang lain, orang-orang non muslim menganggap Islam pada umumnya adalah agama kekerasan. maka pada kesempatan yang berbahagia ini, izinkanlah saya menyampaikan pidato saya yang berjudul, Terorisme, Jihad dan Islam sebagai Rahmatan lil’alamin.

Dewan juri serta para hadirin yang berbahagia

Dari apa yang saya ungkapkan di atas, akan timbul pertanyaan di benak kita, adakah korelasi antara Islam dan Terorisme? Bisakah gerakan keagamaan yang diduga dalang terorisme sebagai representasi Islam, baik dalam ranah ajaran maupun pengikutnya?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita harus flashback ke jaman Nabi, karena sebagai umat Islam, Nabi Muhammad adalah teladan mutlak dalam segala hal, termasuk di sini ajaran tentang jihad memerangi orang kafir.

Dewan Juri serta para hadirin yang berbahagia,

Menurut saya yang urgen dibahas saat ini kaitannya dengan terorisme yang dikaitkan dengan Islam adalah jihad. Karena telah tertanam dalam pikiran sebagian orang Islam Jihad merupakan bagian penting dari hukum dan syariat Islam. Masa kehidupan Rasulullah baik di Makkah dan Madinah penuh dengan pergulatan jihad. Jihad tidak hanya diperintahkan setelah Nabi Hijrah ke Madinah, hal ini bisa kita lihat dari banyak ayat Makiyah yang memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan jihad.

Di dalam surat Al-Furqon misalnya, yang ia termasuk surat yang diturunkan di Makkah, Allah berfirman sebagai berikut,

“Maka janganlah engkau mengikuti orang-orang kafir. Dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang besar.” (Al-Furqon 52).

Harus diakui, pemaknaan jihad selama ini cenderung distortif, dalam hal ini diartikan perang dengan kekerasan melawan orang kafir. Memang, tidak diragukan dalam arti ia selalu diterjemahkan dan diaktualisasi sebagai use of force against non-muslim. Penerjemahan jihad menjadi “perang suci” ini bila dikombinasikan dengan pandangan Barat tentang Islam sebagai “agama pedang”, jelas telah mereduksi makna substansial dan spiritual dari jihad, serta mengubah konotasinya. Apalagi jika terminologi jihad yang semacam itu dihadapkan pada nilai-nilai HAM, tentu saja, akan kian menguatkan asumsi Barat bahwa Islam identik dengan “ketajaman pedang”.

Menurut Abdul Halim Mahmud, sebagaimana dikutip oleh KH Ali Yafie (1999), jihad bisa dikategorikan menjadi empat macam, yaitu jihad al-harb (jihad ke medan perang), jihad al-nafs (jihad melawan hawa nafsu), jihad al-usrah (jihad dalam keluarga), dan jihad al-mujtama' (jihad dalam masyarakat). Dari kategori ini, jihad bukanlah sekadar perang, bahkan lebih dari itu, jihad justru merupakan sebuah konsekuensi keimanan atau religiositas.

Karena itu, jihad tidak bisa dilepaskan dari sejumlah aturan etika atau moralitas. Kebrutalan, pelecehan kemanusiaan, ancaman terhadap kehidupan, dan berbagai pelanggaran HAM lainnya adalah hal-hal yang secara esensial bertentangan dengan term jihad. Sungguh sangat disayangkan jika kemudian sebagian orang menganggap jihad semata-mata sebagai bentuk ekspresi kemarahan yang tak terkendali yang berakhir pada use of force untuk menghantam musuh (non-muslim) secara membabi-buta.

Dari sinilah, tampaknya, makna jihad yang selama ini cenderung pejoratif dan distortif itu mesti didekonstruksi. Bahwa ideologi jihad bukanlah dendam kesumat dan pelampiasan kebencian, melainkan upaya sosialisasi dan internalisasi kebajikan (amar ma'ruf) serta pencegahan atau penghapusan terhadap kemungkaran (nahi munkar). Jihad adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan, melepaskannya dari setiap bentuk ketidakadilan, kezaliman, dan penindasan, serta mendorongnya ke posisi di mana ia seharusnya berada.

Dalam pemaknaan ini, maka upaya keras--atas nama Tuhan--untuk memberantas ketidakadilan, kejahatan, korupsi, kolusi, kemiskinan, dan kebodohan di kalangan saudara-saudara kita sendiri bisa dikategorikan sebagai jihad. Memang, melakukan perbaikan di sekitar kita itu, bisa jadi, jauh dari hiruk-pikuk publikasi dan heroisme yang meletup-letup.

Meski demikian, upaya memperbaiki keadaan di sekitar kita itu seharusnya menjadi perhatian utama bagi kita, orang-orang yang beragama dan bertuhan. Bukankah kita seharusnya malu bahwa bangsa kita menjadi juara korupsi, padahal rakyatnya beragama dan bertuhan? Bukankah kita seharusnya juga malu melihat kejahatan merajalela di sekitar kita? Begitu pula kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan yang masih mencengkeram jutaan wong cilik. Inilah seharusnya yang kini menjadi agenda kita dalam berjihad di era reformasi ini, sebagai pengamalan ajaran suci dari Tuhan.