Selamat Datang di Blog Komunitas Kamboja selamat menikmati tulisan-tulisan yang kami sajikan semoga bermanfaat.

Minggu, 20 Juni 2010

kumpulan cerpen komunitas kamboja

Amplop Biru


Oleh: Rizki Mubarokah


Science,

Felia Rahmawati, 01-018-090-7, nilai: 100….

"Yes !!" aku berucap dalam hati. Teman-teman merubungiku, mereka bertanya bagaimana cara beljarku. Aku hanya tersenyum sambil menjawab pertanyaan mereka dengan sungkan. "Aku hanya membaca dan menghafal, itu saja!" jawabku sambil berlalu.

Aku berlari supaya aku cepat bertemu Ibu. Aku bangga, senang dengan kemampuanku sendiri. Walaupun, yach, teman-teman kebanyakan mendapat nilai dibawah 78. Thanks god!

***

Pagi ini rata-rata temanku memberiku selamat atas nilai tertinggiku kemarin. Aku hanya tersenyum. Mereka juga masih menayakan bagaimana cara belajarku, dan aku juga hanya menjawab seperti kemarin, juga sambil berlalu.

Sampai dikelas, tanganku menyentuh sesuatu dilaci meja. Aku mengeluarkannya. Sebuah amplop biru. Aku membukanya sambil bergetar.

"untuk seorang perempuan bernama Felia.

Apakah nilai lebih bisa membuat kita goleh menjadi sombong ? Dengan keras aku menjawab : Tidak sama sekali."

Tnpa nama pengirim, Aku mendesah, aku sedikit tersinggung dengan kata-kata itu. Dia hanya iri denganku.

***

"untuk seorang bernama Felia

Ku kira kebanggan itu hanya milik Allah, dan selamanya akan menjadi milik Allah".

Kembali ku temukan amplop biru itu. Aku mengeluh apa salah aku mendapatkan nilai tertinggi ? Ah tidak! Siapapun dia, pasti orang itu hanya iri padaku.

Aku menceritakan semua ini pada teman dekatku. Dia Eni, orang yang selalu ada untukku dan memberikan ucapan selamat padaku pertama kali saat scienceku tertinggi. Tapi, apa yang ku lihat ? dia hanya tersenyum sambil sesekali membenati jilbabnya.

"siapapun dia, semoga cepat mendapat hidayah allah. Aku seperti di teror, En!" ucapku setelah kami berdiam cukup lama.

" Yach, mungkin benar. Tapi coba dech ambil hikmahnya, aku lihat akhir-akhir ini kamu juga semakin renggang dengan teman-teman.

Apa kamu takut bodohnya dengan temen-temen ?".

Kata-kata Eni selalu membuatku terdiam cukup lama, sampai akhirnya aku harus kembali ke rumah.

***

" Assalamualaikum…" sapaku pada seorang perempuan yang sedang menyapu halaman. "Eninya ada Bu ?"

" Wa'alaikum salam, ehmbak Ffelia to. Eni sedang keluar, katanya mau membeli peralatan sekolah. Ayo masuk, mbak !" ucapnya ketika melihatku.

" makasih Bu, Felia Cuma mau ngambil buku Bahasa Inggris yang dipinjam Eni. Soalnya besok ada ulangan".

" masuk saja kekamr Eni dan ambil bukunya ! Ibu tidak tau buku itu, mbak !" kata Ibu Eni.

Aku menurut, aku masuk ke kamt Eni yang tidak asing bagiku, dan langsung menuju rak buku Eni yang tertata rapi. Tiba-tiba mataku melihat setumpuk amplop berwarna biru. Aku terkejut. Apakah itu…?

Tnpa menunggu lama, aku mendekatinya. Pada amplop paling atas tertera namaku dan tulisan yang ku rasa belum selesai.

"untuk seorang bernam Felia....

Semoga allah selalu menjaga kita dari "kesombongan”.

Ya Tuhan, dia Eni. Terima kasih teman, tapi kenapa aku tak menyadari tulisan tangan Eni sendiri. Sekali lagi terima kasih, teman.



SENYUM HELEN*


Oleh: Uswatun khasanah


Namaku adalah Silvina tapi aku lebih dikenal dengan nama Ani.Profesiku adalah perawat khusus bagi anak-anak yang cacat tubuhnya.Mereka yang tidak mampu menikmati indahnya sebuah kesempurnaan hidup .

“Hanya dialah senyumku ….!!!hanya dialah Nona Ani”.Bentak ibu Maria.

Tangis ibu maria semakin meledak-ledak hingga terlihat kucuran air mata dibilik kedua matanya.Seraut kesembaban dan kesedihan terlihat jelas diraut muka yang mulai menua itu.Dibilik rumah yang begitu asri dan mewah itu aku melihat langkah kaki yang melangkah penuh dengan kebingugan .Kedua tangannya dijulurkan kedepan meraba-raba apa apa yang ada didepannya.Bibir mungil dan berwarna merah itu bergerak-gerak seperti ingin mengucapkan sesuatu.Tapi apa mau dikata bibir mungil itu tak mau diajak berkompromi.argh…argh….Hanya sebuah keluh kata itu yang mampu ia ucapkan.Gadis kecil berusia enam tahun itu melangkah dan terus melangkah,hingga gadis kecil itu menabrak pagar tanaman yang tingginya sekitar satu meter itu dan BRUK….tubuh gadis itu terjungkal melewati pagar.

“Helen…..teriak ibu Maria sambil berlari menujunya.

Ditolongya Helen oleh ibunya.Helen menangis dengan tersenggal-senggal dan sesenggukan.Melihat itu tetes demi tetes air mata ibu maria mengalir dan segera memeluk tubuh mungil Helen.Diwajah mungil nan manis itu menyiratkan sebuah pertnyaan dan tampaknya seperti begitu menyiksanya.Mengapa ini terjadi padaku?,tidak adil….

Memandang pemandangan itu aku hanya mampu memandang penuh iba.AKU JANJI AKAN MEMBUATMU BERUBAH.

***

Aku dipersilahkan memasuki sebuah ruangan .Lalu aku merasakan bau masakan yang sedap hingga menusuk –nusuk hidungku.

“Nona,silahkan masuk dan telah kami siapkan hidangan untuk Anda,biar pembantu yang mempersiapkan kamar untuk Anda.”Ucap Tuan Artur penuh wibawa.

“Terima kasih”Timpalku sambil tersenyum tipis.

Nasi dan lauk pauk telah tersedia dalam piring dan tertatra rapi dihadapanku.Tiba-tiba Helen datang mengobrak-abrik menu makan siangku.dan itu sangat tidak etis sekali.Akupunpun tak tinggal diam melihat itu….

“Helen apa yang kamu lakukan ,kamu harus makan dari piringmu sendiri.”sambil kupegang tangan Helen dengan kuat.

“Nona Ani biarkan Helen makan seperti itu .Dia sudah terbiasa dengan hal itu.Jangan kau kerasi dia”

“Apakah kalian tidak kasihan pada Helen, mengapa anda biarkan dia terkurung dalam keinginannya itu. Itu berarti pula anda membiarkan kebodohannya. Semua hanya diam hanya menundukan pandangan mereka. “

“Ini adalah tugas saya, saya harus mendidik Helen. Mengajarkan tentang bahasa, sopan santun untuk Helen. Aku ingin membuatnya bahagia dan kumohon kalian keluar”.

Aku menggambil nasi dan lauk pauk dan memaksa Helen untuk duduk dan memengang sendok itu. Helen terus berontak dan berontak. Sepertinya ketakutan telah menyelinapinya. Ku gendong diapun berlari, dan naik keatas meja makan. Helen semakin menepi dan menepi, dan akupun menangkapnya. Dia sudah terlihat capek sekali, akhirnya ttubuh mungil itu terlihat lemas dank u bawa dia ke 5tempat duduk, ku beri lap pada lehernya dank u berikan pula sendok di tangannya. Kuajari dia memegang sendok.”

* * *

Dugaanku ternyata salah, ku pikir Helen akan makan seperti yang ku ajarkan hari lalu, Helen malah tmbah liar, tak peduli dan terus memberontak dan kulakukan hal yang sama separti hari lalu, terus memaksa dan memaksanya lalu aku ajari dia bahasa dengan aku tempelkan jari tangan ku dank u ajari berbicara lagi.”

Aku tempelkan jari tanganku membentuk hkruf di telapak tangannya yang kecil.

Waktu perjanjianku dengan keluarga Helena telah habis yaitu 1 bulan.

“ bu Maria dan Pak Athur beriku waktu satu minggu lagi, pintaku,

“Nona Ani maaf waktu anda telah habis, Aku sangat rindu dengannya melihat senyumnya dan pelukannya,

“tapi………………”

“maaf kami tidak bias”

Sebelum aku pulang aku di jamu untuk makan siang, Tak seperti biasannya Helen hari ini duduk manis, dan memegang sendoknya. Semua yang ad saat itu senang melihatnya.

Tapi tiba-tiba Helen mengamuk lagi dan sepertiasanya Helen makan dari piring kami, semuanya kaget dan tercengang, Aku secara sepontan langsung mengejarnya , tapi Helen berlari keluar dan berlari terus mengelilingi taman. Aku tetap terus mengejarnya.

Auh……………………Helen menarik tanganku, tangannya sakit karena terkena duri kaktus, Lalu ku dekati dia dank u tiup tangannya, “sakit” kata berikutnya yang di berikan Helen dan iapun mengulangnya kembali “sak……….it”, lalu aku tunjukkan lagi kata baru yaitu “Mama”, Helen mengulanginya “Ma….ma”’ dan lagi Yaitu “papa” dan ternyata Helen mengulanginya lagi “pa…pa”,.

Helen berlari menuju kearah papa dan mamanya Helen langsung memegna tangan mamanya dan berkata “emma..ma”setelah itu Helen memegang tangan papanya dan berkata “pa…..pa”.

* TERILHAMI DARI FILM “THE MIRCLE WORKER’.


PUTUS CINTA


Oleh: Asih T.


Pagi ini ruangan kelas XI Teladan sangat gerah dan panas. Padahal kipas angin ditengah –tengah ruangan kelas kami telah dihidupkan. Semua berbicara sendiri-sendiri tanpa memperdulikan aku dan Melia. Sepuluh grombolan cewek seperti sedang asyik berdiskusi dan bergosip sementara yang lain hanya sebentar-sebentar memandangku dan Melia. Sepuluh cewek itu sepertinya memandangiku dan Melia dengan pandangan yang jijik dan merendahkan. Aku pun menuju kesepuluh cewek itu.

“Hei ada apa, kenapa kalian seolah mengucilkan aku?”

“An…. Kamu tuh ketinggalan informasi sich, kamu tahu di kelas ini sekarang ada anak yang panjang tangan.” Kata Rima sembari mengeraskan suaranya dan memandang Melia.

“ Maksud kamu? Siapa tangan panjang itu?” tanyaku.

Rima mendekatkan bibirnya ke telingaku dan berkata “ Melia”

“ Kok bisa.” Ucapku.

Tet..tet…tet bel berbunyi, tanda masuk kelas. Semua menempatkan dirinya ketempat duduk masing-masing aku pun menuju tempat dudukku yang dekat dengan Melia. Aku pun memandang sejenak kearah Melia.

Pikiranku buyar. Kenapa dengan Melia? Dia orangnya baik, pintar, dan selalu jujur. Melia kenapa kamu berubah teman? Lalu aku memandang kearah Melia. Dia pun membalas memandang dan hanya diam. Kenapa kamu hanya diam sahabatku? Apakah yang ku dengar tadi itu benar? Pelajaran pertama ini sungguh kacau. Padahal pelajaran hari ini pelajaran ekonomi, pelajaran yang ku sukai.

Tet…tet ..tet. bel istirahat berbunyi . Tak seperti biasanya anak-anak tidak berhamburan menuju kantin untuk mengisi perut mereka. Tiba-tiba Bapak Sugiyanto dan bapak kepala sekolah masuk ke kelas kami. Anak-anak terlihat sangat tegang melihat keduanya masuk kelas.

“ Biar tidak memperpanjang waktu. Mungkin langsung saja ya.. anak- anak. Bahwasanya kami tadi memperoleh laporan dari asti bahwa dia kehilangan uang sebesar seratus ribu kemarin siang sebelum pulang sekolah. Kami hanya ingin memperjelas masalah ini dan berharap tidak akan terulang lagi kejadian seperti ini.” Jelas pak Sugiyanto.

“ Anak-anak saya pikir kalian sudah cukup besar, sudah mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk. Dunia itu, asal kalian tahu adalah hukum karma. Jika kalian menyakiti, mengambil hak teman kalian, tidak ada yang jujur.” Ungkap bapak kepala sekolah.

“ Sekali lagi bagi yang merasa melakukanya, nanti sebelum pulang sekolah harap ke kantor. Kami akan menjaga nama baik kalian dan jika tidak ada yang mengaku, mungkin satu sekolah akan tahu semuanya, ini serius” kata pak Sugiyanto sambil memandang kearah Melia. Mungkin Astri an Rima bilang kalau Melia lah yang telah mengambil uang tersebut.

Melia hanya diam membisu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Sepertinya Melia tak peduli dan tak mau tahu dengan semua orang memandangnya.

“ Pak Sugi, pencurinya itu sudah jelas pak, pencurinya itu Melia. Coba lihat Melia dari tadi hanya diam.” Kata Ferdi dengan suara keras.

Mendengar namanya disebut, Melia langsung kaget dan mengarahkan tubuhnya katampat Ferdi. Ia pak bukti sudah mengarah kepadanya. Kemarin dia pulang paling akhir karena piket dan saat itu Astri meniggalkan dompetnya dilaci, terus lagi sepatu baru millik Melia dan sekarang saat semua heboh memperbincangkan pencurian ini diam semua. Bukti mengarah Kepada Melia pak.” Kata Rima dengan nada emasi.

Aku tak bias berkata apa –apa. Aku hanya ikut diam. Sedangkan semua mata di kelas hanya tertuju pada Melia. Tiba-tiba Melia bangkit dari kursi. Terlihat dari wajah Melia begitu kusut dan matanya merah seakan menangis. Melia menghela nafas sebentar lalu berusap.

“ Teman-teman bapak sugi, bapak kepala sekolah dan semuanya maafkan Melia. Karena dari tadi Melia hanya diam saja. Asal tenman-teman tahu saja. Sepatu baru ini saya dapat karena opini saya dimuat di media masa. Lalu unag itu saya gunakan untuk membeli sepatu.” Ucap singkat melia

Melia lalu mengambil Koran dan menunjukan tulisanya telah dimuat media masa.Semua hanya bias berkata oh…….

Lalu Melia kembali duduk.

“ Melia, gue bangga pada loe. Gue tahu loe tak akan melakukan itu. Iya kan Mel.” Ucapku dengan penuh kegembiraan.

Akan tetapi Melia hanya diam saja.

“ Me, kenapa loe udah bias membuktikan kau tidak bersalah.” Kataku yang masih penuh dengan tanda Tanya. Tapi Melia masih diam saja.

Melia hanya mendesah sambil menopang kepalanya yang terasa berat. Aku pun iseng-iseng, tanganku kumasukan kedalam laci Melia untuk meminjam ponselnya. Jantungku seolah mau terpental minggalkan rongga dadaku begitu setelah milihat kertas lusuh tertorehkan gambar hati yang retak. Dialam hati itu tertuliskan Melia dan soulmatenya.

Rasa penasaranku telah terkikis. Ternyata untaian kasih yang dibangun Melia telah hancur. Sungguh menyedihkan kalau panah asmara yang tertancap dalam hati harus dicabut secara paksa, pasti meniggalkan luka yang mendalam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar